Jumat, 25 Februari 2011

Biarkan Cinta Tumbuh di Hati - Cerpen Cinta

“Dari jauh doank dia kelihatan cantik, loe buktiin dari deket deeh!” saran Dimas pada Raka yang ngeyel kalau cewek di ujung sana cantik mempesona.
“Mata loe rabun ya? kalo loe nggak percaya buktiin aja sendiri,” kata Raka kesa.
Dimas cuek dengan ucapan Raka barusan, Dimas menuangkan kembali minuman ke gelasnya yang sudah kosong.
“Eh tuh liat, kalo do’i ketawa, aduh manisnya,” kata Raka.

Dimas mengikuti arah telunjuk Raka, dan sekali lagi gadis itu memang nampak anggun. Tapi Dimas nggak yakin kalo dari kedekatan pun dia tetap terlihat anggun seperti itu.
“Katanya sih cewek itu biasanya dari jauh oke, tapi kalo dekat tidak,” kata Dimas.
“Dim, dia kemari,” bisik Raka.


Mereka berdua langsung berpura-pura sibuk dengan ponsel dan buku pelajaran masing-masing. Dimas membuka halaman yang dia tidak tahu maksud dari tulisan yang ada di dalamnya, sedangkan Raka memutar MP3 di ponselnya.

***

“Sial dia cuma tanya tentang loe,” Raka mengumpat sambil masuk ke kelas dengan nada kesal, karena Dimas menyambutnya dengan ketawa.
“Trus loe bilang apa?” tanya Dimas menyelidiki.
Raka kan suka banget cerita yang aneh-aneh dan suka bikin sensasi yang membuat Dimas kesal.
“Gue bilang aja kalo loe masih jomblo,” jawab Raka santai.
Dimas mau aja ikutan mengumpat dengan apa yang barusan Raka bilang. Tapi Raka itu sahabat yang terlalu baik untuk digituin.
“Yang bener aja loe, dia mana percaya kalo cowok sekeren gue masih jomblo,” kata Dimas seoalh membanggakan dirinya.
Raka mencibir “buktinya?”

***

Dimas menyaksikan cewek itu dari balik jendela kelasnya. Dimas tau kalau cewek punya mata yang teduh dan dia belum pernah nemuin mata yang seteduh itu. Tapi sayangnya dia terlalu agresif untuk ukuran cowok seperti Dimas. Dimas tidak terlalu suka dengan cewek kaya’ gitu, terlihat over dan cari-cari perhatian. Dan kalau Raka bilang, itu sangat membahayakan posisi Dimas. Kejadian selanjutnya bisa ditebak, seperti tingkah ceweek-cewek sebelumnya.

***

“Dimas ya?” tanya cewek itu.
Dimas mengangguk tanpa mengangkat kepalanya sembari terus membuka buku cerita Harry Potternya, karena dia tau itu cewek cantiknya Raka, lengkap dengan parfum yang bisa buat kandang sapi jadi wangi banget.
“Boleh gue duduk di sini?” tanyanya.
Dimas menyaksikan tangannya yang lentik menunjuk kursi di sebelahnya. Dimas mengangkatkan kepalanya tanda setuju. Sedangkan buku cerita Harry Potter yang dibukanya itu sudah nggak nyambung lagi dalam otaknya. Cewek ini memang nggak bicara apa-apa, tapi buat Dimas jadi nggak konsen. Semua orang di kantin sekolah ngeliatin mereka. Kalau Raka liat, bisa-bisa Dimas diguyur pakai jus jeruk yang biasa diminumnya.
“Sorry nich, gue duluan, nggak apa kan? Lain kali aja kita ngobrol bareng, kalo gue lagi nggak ada keperluan, Bye,” Dimas berkata dengan menahan untuk nggak membentaknya. Itu kata-kata yang dia gunakan untuk menjauhi cewek yang nggak penting baginya.

***

Waktu Dimas ngeliat matanya, dia ngerasain sesuatu yang lain, dan Raka benar 100 persen kalau itu cewek tetap cantik kalau dari dekat.
“Hem.......em ......em, tapi kalo jurus gue jitu pasti besok dia nggak akan ganggu gue lagi, tapi kalo buat gadis ini gue nggak mau jurus gue jitu,” batin Dimas.

***

“Raka tolongin gue donk,” pinta Dimas.
Raka terkekeh dengan memegang perutnya nggak sopan. Dimas kesal banget dengan tingkah Raka, padahal Dimas kan lagi pengen serius.
“Ka, serius donk,” bentak Dimas nggak tahan dengan tingkah sahabatnya itu. Raka menghentikan tawanya mendadak, tapi beberapa detik kemudian tawanya meledak lagi yang membikin kamarnya jadi riuh. Musik wetslife-nya jadi kalah rame. Dengan jengkel Dimas keluar dari kamar Raka dan meninggalkannya sendiri dengan kucingnya Roki yang lagi makan siang.

***

Dimas nyesel banget, dia nyaksiin kekecewaan terpancar dari wajahnya kemarin, dan Dimas merasa bersalah, rasanya belum pernah hingap di hatinya. Dan setelah Raka mendengar keluh kesahnya, eh Raka malah ngakak.
“Loe jatuh cinta coy,” dengan tawa yang tersisa dan kalimat yang terputus-putus itu terdengar setelah beberapa saat Dimas termangu.
“Jangan terlalu cepat nyimpulin donk,” ralat Dimas.
Raka duduk di sebelah Dimas, sambil memaminkan bola basket hingga terdengar bunyi lantunan yang teratur.
“Coba dengarin gue, loe terkenal di SMU, vokalis band kita dan loe punya kelebihan. Dan loe tau sendiri kan?” tanya Raka, tapi lebih mirip memberi tau.

“Rasanya nggak heran kan kalo banyak girl yang pengen dapat perhatian dari loe. Dan dewi fortuna masih ngekor di belakang loe, karena walaupun loe orangnya dingin banget, para fans loe penasaran dan nggak menjauhin loe,” sambung Raka dengan celotehnya panjang lebar.
“Selama ini memang gue dingin sama cewek manapun, kejaran cewek bukannya membuka sifat gue yang tertutup, malah tambah gue kunci,” tutur Dimas.
Kembali cewek cantik itu melintas di otaknya. Cinta? rasanya aneh.

***

“Hai boleh gue duduk di sini? tanya Dimas.
Cewek itu mengangguk, dan pesonanya masih mampu membuat dada Dimas bergetar. Dari balik pintu Raka mengacungkan jempolnya dan lalu pergi.
“Lagi nggak ada keperluan?” tanya cewek itu menyindir.
“Sebenarnya sih ada,” jawan Dimas.
“Hemm?” matanya yang menyinmpan tanda tanya itu kembali menatapnya, Dimas seneng banget nikmatin keteduhannya.
“Nemenin kamu,” ujar Dimas.
Rona merah bertengger di pipinya, dan Dimas melawan kebekuan hatinya, semuanya mencair menghangatkan perasaan Dimas yang berbunca.

“Nama gue Dimas, loe dah tau kan? kalau nama loe siapa?” tanya Dimas dengan ngulurin tangannya. Cewek itu menerima uluran tangan Dimas.
“Senja,” jawan cewek itu.
Kali ini mata itu tertunduk, menanti kalimat Dimas selanjutnya.
“Senja, gue lah yang akan nemanin loe untuk hari-hari selanjutnya,” batin Dimas.
Fans-fans Dimas yang lain menatap iri pada Senja.

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar